NGAPEL & 02.00 WIB
Semilir angin kelihatan tak bersahabat dengan niat yang suci dari
hati. Rintik hujan mengalir perlahan membasahi keningku yang kisut.
Perjalanan menuju rumah Ibu sengaja kami percepat berharap pakaian yang
menempel di tubuh dekil ini tak kuyup diguyur sang air rahmat. Namun
tampaknya malam telah mufakat dengan alam untuk mencurahkan rahmat sang
Illahi menjejaki sang pertiwi. Aku kecewa malam ini.
Bukan maksud berittikad buruk dengan takdir. Namun ternyata harapan memang tak sesuai kenyataan. Aku yang sudah dua minggu tak diberi siraman pengajian harus kandas hanya karena turun hujan. Hingga akhirnya kami hanya bisa menunggu di dalam kamar yang berukuran 3x3 meter milik bang Irhas. Untungnya perut yang keroncongan sudah terisi dengan nasi goreng yang sengaja dimasakkan ibu bang Irhas. Walaupun nasinya kelebihan air dan terkesan untuk orang yang sudah lanjut usia, namun kami lahap tak menyisakan sebutir nasi di dalam kuali berdiameter 25 cm itu. Ditambah lagi dengan sambal teri plus kacang menambah kenikmatan makan malam yang dingin ini.
Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Kami yang berjumlah 6 orang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Aji dengan bantal dan kasurnya, Choir dan mas Santo sedang diskusi di ruang tengah, Edo sibuk dengan monitor laptopnya yang kelihatan sedang mendesain iklan tentang DOP (Dinamika Offset Printing) dan Lelaki senja alias Gigih sedang membaca buku Open Your Heart di atas bangku tempat biasa bang Irhas membaca kitab-kitab koleksinya. Sedangkan aku harus kembali mengasah kemampuan merangkai kata-kata yang telah lama aku gadaikan dengan kesibukanku.
Aku sempat melihat serentengan kopi susu dalam bentuk sachet-an tersusun rapi di dalam mangkok di atas lemari disudut dapur yang minimalis. Dalam hati aku akan menyicipinya ketika malam telah larut. Biarlah malam ini aku ganti dengan pengajianku dengan aktivitas yang bermanfaat buat diriku dengan ditemani kopi susu yang hangat.
Jemariku semakin lihai saja menekan tombol-tombol berisi huruf yang telah akrab menemaniku sejak kuliah. Memang laptop telah menjadi bagian terpenting dalam segala aktivitasku di bidang kepenulisan. Bahkan aku bisa berdialog dengannya 24 jam nonstop. Hari-hariku sempat kelam ketika ketika aku harus merelakan Si Compaq sakit kronis. Motherboardnya minta diganti dengan yang baru. Karena berhubung uang juga gak ada. Akhirnya Compaq harus menginap di dalam lemari buku selama 3 bulan. Selama 3 bulan juga aku harus pinkam sana pinjam sini untuk menulis. #sedih
Akhirnya waktu itu datang juga. Aku kembali diamanahkan sebuah notbook berjudul Acer. Padahal aku kurang suka dengan produk berjudul ini. Namun aku tetap bersyukur. Daripada tidak ada sama sekali. Toh, aku kembali bisa tidur larut ditemani dengan notbook peninggalan kakakku yang Alhamdulillah telah diwisuda Oktober lalu dengan ijazah UNIMED sebagai Sarjana Pendidikan.#ceritaku
*Kembali ke rumah bang Irhas. Tak ada aktivitas yang menarik setelah aku meyelesaikan shalat Isya. Waktu terus bergulir. Kulirik ke dinding angka 10 selalu setia menemani 11 angka lainnya dalam putaran waktu. Aku mulai terserang kantuk yang luar biasa. Padahal hari ini tidak ada aktivitas berat yang kulakukan. Mungkin karena aku tidur hingga pukul 2 pagi kemaren. Yah, kemaren aku menjemput om di setasiun kereta api. Omku bernama Didi. Adik dari mamakku. Om sering ke Medan karena mertua juga bertinggal di Medan. Akhirnya pukul 1.30 dini hari aku harus angkat kaki dari kediaman mertua om Didi setelah dengan selamat aku antar dari Setasiun menuju Lau Dendang.
Aku bingung, tidur di kost yang tak jauh dari rumah mertua Om atau kembali ke kampus. Jam sudah menunjukkan pukul 01.40 WIB. Aku dihantui rasa khawatir setelah bercerita tentang kematian di rumah mertua Om. Akhirnya kuberanikan diri menembus jalanan sepi nan gelap menuju kampus dari Lau Dendang sendirian. Satu momen yang sangat langka terjadi dalam hidupku. Namun harapan memang tidak sesuai dengan kenyataan. Sampai di gerbang kampus kecew yang kudapat. Gerbang telah tergembok dengan sangat rapi. Kulirik pak satpam tidur dengan nyenyaknya. Aku menunggu sejenak. Namun tak tampak tanda-tanda pak satpam akan bangun.
Dengan kecewa aku menghidupkan mesin dan kembali ke Lau Dendang. Melewati jalanan sepi dan perkebunan yang tak berpenjaga. Semakin menambah dinginnya suasana dini hari kala itu. Alhamdulillah, dengan kondisi motor yang kurang stabil aku sampai juga di kost yang kelihatan gelap tak ada cahaya. Yah, kosku kosong melompong. Setelah masuk kos dan mengunci pintu, aku bergegas menutup mimpi nyataku dengan mimpi indah sesungguhnya.
*kembali lagi di rumah bang Irhas. Akhirnya listrik mati di daerah rumah bang Irhas. Cerita malam ditutup. Aku tidur di atas sofa berselimutkan gorden yang menjuntai dekat dari ujung sofa. Karena esok pagi harus mengganti NGAPEL ke Cendana Asri bersama Muallim H. Supriadi.
Pelajaran hari ini:
#Jangan Penakut
#Konsisten beramal
Bukan maksud berittikad buruk dengan takdir. Namun ternyata harapan memang tak sesuai kenyataan. Aku yang sudah dua minggu tak diberi siraman pengajian harus kandas hanya karena turun hujan. Hingga akhirnya kami hanya bisa menunggu di dalam kamar yang berukuran 3x3 meter milik bang Irhas. Untungnya perut yang keroncongan sudah terisi dengan nasi goreng yang sengaja dimasakkan ibu bang Irhas. Walaupun nasinya kelebihan air dan terkesan untuk orang yang sudah lanjut usia, namun kami lahap tak menyisakan sebutir nasi di dalam kuali berdiameter 25 cm itu. Ditambah lagi dengan sambal teri plus kacang menambah kenikmatan makan malam yang dingin ini.
Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Kami yang berjumlah 6 orang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Aji dengan bantal dan kasurnya, Choir dan mas Santo sedang diskusi di ruang tengah, Edo sibuk dengan monitor laptopnya yang kelihatan sedang mendesain iklan tentang DOP (Dinamika Offset Printing) dan Lelaki senja alias Gigih sedang membaca buku Open Your Heart di atas bangku tempat biasa bang Irhas membaca kitab-kitab koleksinya. Sedangkan aku harus kembali mengasah kemampuan merangkai kata-kata yang telah lama aku gadaikan dengan kesibukanku.
Aku sempat melihat serentengan kopi susu dalam bentuk sachet-an tersusun rapi di dalam mangkok di atas lemari disudut dapur yang minimalis. Dalam hati aku akan menyicipinya ketika malam telah larut. Biarlah malam ini aku ganti dengan pengajianku dengan aktivitas yang bermanfaat buat diriku dengan ditemani kopi susu yang hangat.
Jemariku semakin lihai saja menekan tombol-tombol berisi huruf yang telah akrab menemaniku sejak kuliah. Memang laptop telah menjadi bagian terpenting dalam segala aktivitasku di bidang kepenulisan. Bahkan aku bisa berdialog dengannya 24 jam nonstop. Hari-hariku sempat kelam ketika ketika aku harus merelakan Si Compaq sakit kronis. Motherboardnya minta diganti dengan yang baru. Karena berhubung uang juga gak ada. Akhirnya Compaq harus menginap di dalam lemari buku selama 3 bulan. Selama 3 bulan juga aku harus pinkam sana pinjam sini untuk menulis. #sedih
Akhirnya waktu itu datang juga. Aku kembali diamanahkan sebuah notbook berjudul Acer. Padahal aku kurang suka dengan produk berjudul ini. Namun aku tetap bersyukur. Daripada tidak ada sama sekali. Toh, aku kembali bisa tidur larut ditemani dengan notbook peninggalan kakakku yang Alhamdulillah telah diwisuda Oktober lalu dengan ijazah UNIMED sebagai Sarjana Pendidikan.#ceritaku
*Kembali ke rumah bang Irhas. Tak ada aktivitas yang menarik setelah aku meyelesaikan shalat Isya. Waktu terus bergulir. Kulirik ke dinding angka 10 selalu setia menemani 11 angka lainnya dalam putaran waktu. Aku mulai terserang kantuk yang luar biasa. Padahal hari ini tidak ada aktivitas berat yang kulakukan. Mungkin karena aku tidur hingga pukul 2 pagi kemaren. Yah, kemaren aku menjemput om di setasiun kereta api. Omku bernama Didi. Adik dari mamakku. Om sering ke Medan karena mertua juga bertinggal di Medan. Akhirnya pukul 1.30 dini hari aku harus angkat kaki dari kediaman mertua om Didi setelah dengan selamat aku antar dari Setasiun menuju Lau Dendang.
Aku bingung, tidur di kost yang tak jauh dari rumah mertua Om atau kembali ke kampus. Jam sudah menunjukkan pukul 01.40 WIB. Aku dihantui rasa khawatir setelah bercerita tentang kematian di rumah mertua Om. Akhirnya kuberanikan diri menembus jalanan sepi nan gelap menuju kampus dari Lau Dendang sendirian. Satu momen yang sangat langka terjadi dalam hidupku. Namun harapan memang tidak sesuai dengan kenyataan. Sampai di gerbang kampus kecew yang kudapat. Gerbang telah tergembok dengan sangat rapi. Kulirik pak satpam tidur dengan nyenyaknya. Aku menunggu sejenak. Namun tak tampak tanda-tanda pak satpam akan bangun.
Dengan kecewa aku menghidupkan mesin dan kembali ke Lau Dendang. Melewati jalanan sepi dan perkebunan yang tak berpenjaga. Semakin menambah dinginnya suasana dini hari kala itu. Alhamdulillah, dengan kondisi motor yang kurang stabil aku sampai juga di kost yang kelihatan gelap tak ada cahaya. Yah, kosku kosong melompong. Setelah masuk kos dan mengunci pintu, aku bergegas menutup mimpi nyataku dengan mimpi indah sesungguhnya.
*kembali lagi di rumah bang Irhas. Akhirnya listrik mati di daerah rumah bang Irhas. Cerita malam ditutup. Aku tidur di atas sofa berselimutkan gorden yang menjuntai dekat dari ujung sofa. Karena esok pagi harus mengganti NGAPEL ke Cendana Asri bersama Muallim H. Supriadi.
Pelajaran hari ini:
#Jangan Penakut
#Konsisten beramal
NGAPEL & 02.00 WIB
Reviewed by Bamzsusilo
on
Rabu, Februari 05, 2014
Rating:
Post a Comment