Hampir Saja #5
Rinai hujan masih menyeruak ke
permukaan tanah yang lembab, dinginnya pagi itu seakan membekukan tubuh-tubuh
insan yang baru saja menyentuh air untuk berwudhu. Bahkan saat shalat
berlangsung, tubuh-tubuh mereka masih terlihat menggigil kedinginan. Mungkin,
setelah shalat, mereka bakal melompat ke tempat tidur dan menarik selimut
dalam-dalam.
Kebiasaan ini sering dilakukan
Boni saat musim penghujan. Boni dan kakaknya hanya berdua di rumah selama
beberapa tahun ini. Maklumlah, kedua orangtuanya sedang tugas di luar provinsi.
Hanya lebaran saja pulang, bahkan tidak pulang kalau tiket pesawat sedang
melonjak naik. Oleh karena itu, rumah Boni selalu sepi dan jarang ada tamu yang
datang, kecuali tamu Boni dan kakaknya.
Pagi itu tampaknya Boni akan
terlambat ke sekolah. Dia keasyikan dengan selimut hangat pemberian Bapaknya.
Akhirnya dia terbangun tepat pukul 06.45 WIB. Itu berarti ia hanya memilik
waktu 30 menit lagi agar tidak terlambat. Padahal pagi ini ada zikir yang akan
dipandu oleh Boni dan rekan-rekannya. Dengan kecepatan penuh, ia bangkt dari
kasur menuju kamar mandi untuk sikat gigi dan cuci muka kemudian langsung
mengganti pakaian sekolah, tak lupa pakai deodoran. Hehe.
Dengan kereta1 pemberian
Bapaknya, ia melaju dengan kecepatan 60 km/jam. Saat itu ia melirik jam di
tangannya, pukul 07.05 WIB. Berarti ia hanya memilki waktu 10 menit lagi.
Sedangkan jam segitu biasanya jalanan sudah ramai dan macet. Dan biasanya pusat
kemacetan tepat berada di simpang sekolah. Akhirnya Boni turun dari keretanya
dan mendorongnya ke tepi jalan. Ia menuju warung di samping dan memohon untuk
dibolehkan menitip keretanya.
“Wak, boleh numpang parkir
kereta. Aku mau ke sekolah ntar lagi telat. ” tanya Boni. ( Sambil menunjukkan keadaan di depannya
yang lagi macet.)
“Yaudah, sini keretamu. Taruh
aja di samping warung uwak ya. Dikunci ya keretanya.”jawab uwak tu ramah.
Setelah mengucapkan
terimakasih, Boni berlari melewati mobil mobil dan kendaraan lain yang
semrawutan di badan jalan. Seperti ular melingkar sambil melenggak lenggok di
permukaan jalan. Akhirnya ia tiba tepat pada pkul 07.14 WIB. Terlihat penjaga
sekolah sedang menarik pintu gerbang untuk menutupnya dengan rapat. Dengan sigap,
Boni melewati sisa ruang pagar yang akan tertutup dengan memiringkan badannya. Huft,
begitu ia berhasil melewati pagar, pintu pun tertuttup rapat dan dikunci oleh
penjaga. Alhamdulillah, syukurlah.
Terlihat, barisan telah
dibentuk di halaman sekolah. Boni langsung melemparkan tasnya ke dalam kelas
tepat di samping halaman. Dengan lncah, ia masuk ke dalam barisan kelasnya. Sambil
menyapu keringat di dahinya dengan sapu tangan hasil curian teman di sebelahnya
berbaris, akhirnya ia terpaksa siap untuk dipanggil pembawa acara pembacaan
zikir.
Dengan suara yang merdu, Boni
dan rekan-rekannya yang berjumlah 4 orang membacakan lantunan salawat, zikir,
istighfar dan ditutup dengan doa. Terlihat peserta zikir tertunduk sedih
berharap diampuni segala dosanya. Dengan kemerduan dan kesenduan bacaan yang
dibawakan mereka berempat, suasana khusyuk melengkapi pagi yang begitu cerah.
Selesai acara zikir, kepala
sekolah menyampaikan rasa syukur kepada siswa-siswinya yang telah melantunkan
salawat dan zikir dengan khusyuk. Terlebih-lebih kepada pemandunya yang
memiliki suara merdu sehingga teman-teman yang mengikuti di barisan menghayati
dengan khusyuk jalannya acara yang mulia diridhoi ini.
Boni sangat senang mendengar
sanjungan dari kepala sekolah. Hal ini semakin menasbihkan bahwa siswa-siswi
dari kelas unggulan memang benar-benar unggul dari kelas lainnya. Padahal,
hampir saja Ia tidak dapat memandu zikir gara-gara terlambat. Sekian.
1 Kereta
disebut Motor kalau di Medan
Hampir Saja #5
Reviewed by Bamzsusilo
on
Rabu, April 22, 2015
Rating:
Post a Comment