Dua Lebaran Tak Bertemu Ortu #7
Model diperagakan penulis |
Jam masih mengarah pada angka 1 dinihari. Namun, tampaknya
mata belum juga mau beristirahat. Sudah berulang kali Boni memejamkan mata,
kemudian terjaga lagi sembari membuka kelopaknya. Malam itu benar-benar kacau
pikiran Boni. Ia masih bingung mengapa orangtuanya menunda kepulangan dari
tugas kerja. Padahal Boni memimpikan makan sahur dan berbuka puasa bersama
Bapak, Mamak dan anggota keluarga lainnya.
Masih teringat jelas Bapaknya berkata kalau tahun ini belum
bisa pulang dengan alasan yang tidak disebutkan. Awalnya ia mencoba berontak,
karena sudah dua kali lebaran ia tak berjumpa dengan kedua orangtua yang sangat
disayangi. Lagi lagi kebahagiaan seorang anak untuk berkumpul bersama orangtua
harus ditunda hingga tahun depan. Boni sempat shock dan hampir tak selera makan
malam.
“Bon, Bapak dan Mamak blum bisa pulang tahun ini,”
“Kok gitu Pak?
“Iya, pokoknya dijaga adikmu ya, bantuin keperluan
sekolahnya. Kalau ada PR, bantuin mengerjakannya.”
Belum sempat menjawab iya, telpon sudah ditutup. Boni yang
tinggal bersama adik dan kakaknya di rumah mesti hemat-hemat mengatur keuangan
yang dikirim oleh Bapaknya setiap bulan. Bisa uang bulanan yang dikirim tidak
sampai sebulan sudah habis. Alhasil mereka bertiga hanya mengandalkan
persediaan sisa makanan yang ada di kulkas, seperti telur dan roti-rotian.
Tak jarang keadaan seperti ini dialami hingga beberapa bulan
terakhir. Maklumlah, kakak Boni yang saat ini kelas XII SMA sedang banyak
pengeluaran untuk biasa tak terduga dalam proses Ujian Nasional dan persiapan
kelulusannya. Alhasil, kedua adiknya, Boni dan Bagas harus menerima itu semua
dengan ikhlas. Walaupun usia mereka masih muda, namun sudah bisa hidup mandiri.
Pernah suatu hari Boni terlambat bangun pagi, ia melihat
Bagas yang masih kelas 2 SD menyuci pakaiannya sendiri. Padahal tugas Boni yang
menyucikan pakaian adiknya itu. Namun karena terlambat bangun, adiknya dengan
senang hati meyuci pakaiannya sendiri walaupun kurang bersih. Karena Cuma
direndam pakai deterjen selama 5 menit dan dibilas. Gimana mau bersih. Hahaha.
Satu hal lagi yang buat Boni merasa galau adalah ketika acara
pemberian rapor nilai adiknya, Bagas. Karena kakaknya juga sedang sibuk ujian,
akhirnya Boni harus menjadi wali si Bagas. Tiba di sekolah, ia mendapati
pemandangan yang berbeda. Karena, ia melihat seluruh orangtua dari teman-teman
adiknya pada antusias menunggu pembagian rapor. Hanya Bagas sendirilah yang
hanya ditemani abangnya. Namun, aku melihat raut wajah Bagas yang sangat
bergembira, walaupun ia tidak rangking tertinggi, namun ia masuk 10 besar di
kelasnya.
Boni pernah bertanya pada adiknya,
“Gas, kau kenapa kok senang kali bagi rapor?”
“Iya bang, aku mau nunjukkan sama mamak kalau rangking 10
dapat hadiah mainan.”
“Owala.”
Melihat kepolosan adiknya aku tersenyum. Ternyata anak-anak
akan bahagia ketika diberi penyemangat dalam meraih sesuatu. Anak-anak masih
berpikir pragmatis. So, kalau mau anak-anaknya penurut, jangan terlalu
dikekang, buat aja mereka enjoy melakukan apapun asal masih dalam batas
kewajaran.
Boni sempat bangga melihat semangat yang ada pada diri
adiknya, Bagas. Setiap hari ia selalu bangun pagi untuk berangkat ke sekolah
tanpa dibanguni oleh mamaknya. Ya karena mamak sedang tidak di rumah. Padahah,
di usianya yang masih 7 tahun kalau kita lihat masih pengen dimanjain oleh
mamaknya. Namun, itu tidak terlihat pada diri bagas. Ia prematur memiliki
kedewasaan bersikap.
Akhirnya, mereka bertiga menyambut bulan ramadhan tanpa
didampingi kedua orangtua. Makan sahur dan berbuka hanya bertiga. Lebaran juga
bertiga. Pulang kampung ke rumah nenek juga bertiga. Tanpa disadari,
kemandirian mereka timbul karena orangtua yang meninggalkan mereka untuk waktu
yang tidak sebentar. Semua ada hikmahnya.
Dua Lebaran Tak Bertemu Ortu #7
Reviewed by Bamzsusilo
on
Rabu, Juni 17, 2015
Rating:
Post a Comment