Bisikan Cinta Dari Desiran Ombak Kemarin (1) #15
Foto: google |
Pagi itu cukup garang dengan
didampingi sang surya. Terlihat seonggok jasad yang tak sadarkan diri sedang
tergolek di atas matras dilapisi seprai bermotif bunga mawar di ke empat
sudutnya. Jasad tersebut tergeletak dengan posisi terlentang menghadap
langit-langit asbes yag bercat putih dan berbintik-bintik kecoklatan karena
usianya yang sudah mulai terlihat. Tiba-tiba ia mendengar suara dering telpon
dari atas lemari disudut ruangan tersebut. Tersentak, lelaki itu bangun dan
bergegas menangkat telpon.
“Iya, halo. Ini siapa?”
jawabnya.
“Ini Dian. Kau udah sampai
mana?” Tanya Dian di seberang suara.
“Aku masih di rumah, aku
ketiduran ni. Iya aku bergegas siap-siap dan langsung berangkat,” katanya.
“Ok Bon, segera ya? Yang lain
sudah pada sampai. Tinggal nunggu kau aja ni,”jelas Dian.
“Ok.”
Tuuut...tuuut. Telpon mati.
Ia yang bernama Boni akan
piknik ke Pantai di daerah kabupaten tetangga bersama teman sekelas. Piknik ini
sekaligus liburan semester kenaikan kelas XI. Mereka mengundang wali kelas X
yang telah banyak memberikan warna selama satu tahun kebersamaan membimbing
anak-anak bandal seperti mereka.
Waktu sudah menunjukkan pukul
08.00 WIB. Boni masih bingung untuk membawa bekal apa. Karena perjanjiannya
membawa bekal masing-masing dari rumah untuk saling tukar dengan teman yang
lain saat makan siang. Yang benar saja, sejak awal kelas X, Boni sudah hidup
mandiri tanpa kedua orangtuanya di rumah. Berhubung orangtuanya bekerja di luar
kota.
Akhirnya Boni memutuskan untuk
membeli nasi bungkus dan beberapa jajanan untuk bekal. Tak lupa ia membawa
kecap kesukaannya. Setalah itu ia berpamitan dengan nenek, Ia melaju dengan
kereta supra kesayangannya menuju salah satu rumah temannya di dekat sekolah.
Ia merasakan getaran HP dari saku celananya. Ia tahu pasti itu panggilan dari
temannya yang akan menanyainya sudah sampai dimana. Ia tak mengangkatnya dan
tetap fokus mengendarai keretanya.
20 menit berlalu, akhirnya Boni
tiba di titik kumpul keberangkatan. Ia memandangi wajah teman-teman sekelasnya
yang kecewa karena keterlambatannya. Ia hanya menyunggingkan senyuman maaf.
Tanpa pikir panjang ia memarkirkan kereta di bagasi rumah temannya.
Setelah semua para wanita
memasuki mopen, ada beberapa dari lelaki yang harus bergantugan di pintu mopen
karena mopen tidak muat lagi meanmpung penumpang. Maklumlah, mopen ini
bermuatan 16. Sedangkan mereka pada saat itu berjumlah 19 orang.
Tak mau melewatkan momen yang
menguntungkan ini, Boni yang sudah duduk di pojok bergerak keluar mopen dan mempersilahkan
ketua kelas untuk duduk, Dian namanya.
“Thanks ya Bon, ntar gantian
aja kalau kau capek,”
“Ok bro, santai aja,” jawab
Boni simpel seraya menyunggingkan senyuman.
Ida yang paham dengan gelagat
Boni nyeletuk,” Kau cari muka aja ya Bon dengan si Beliau.”
“Tidak loh Da’, aku cari cinta.
Puas kau Da’?”
“Hehehe, Kau dekati dulu
penciptamu, baru boleh kau dekati ciptaan-Nya,” sergah Ida.
Jleb, mendengar itu Boni
terdiam. Pernyataan yang sangat sulit untuk dijawab. Walaupun kenyataannya Ia
adalah siswa yang lumayan baik dan rajin sholat, namun untuk setiap sepertiga
malam dalam rangka menenangkan hati bukanlah kebiasaan yang dilakukannya.
Sekalipun Ia memiliki suara
yang bagus dalam melantunkan ayat suci alquran, bukan berarti ia menghabiskan 1
juz perharinya di depan kitab suci yang diturunkan di negeri Arab tersebut.
Bahkan ia hanya menghabiskan 1 juz dalam tempo satu minggu. Terkadang pun malah
lebih.
***
Singkat cerita, setelah dua jam
bergelantungan di pintu mopen, tibalah di pantai yang tidak terlalu buruk untuk
dkunjungi oleh kumpulan anak baru gede. Sekedar hanya ingin melepaskan
kepenatan selama satu semester akibat bergelut dengan tugas yang bejibun dan
tak bersahabat.
Cuaca cukup terik. Mereka
memesan pondok yang cukup besar untuk menampung 19 orang. Tikarpun digelar,
satu persatu mulai menduduki tikar berbentuk persegi panjang tersebut. Mereka
meletakkan bekal masing-masing di depan dan mulai membukanya. Boni mulai
meneror sekeliling dengan tatapan tajam ke arah maisng-masig bekal yang dibawa
oleh teman-temannya. Berharap ada yang membawa ayam semur. Itu makanan
kesukaannya.
Tak salah arah, tatapan mata
Boni mengarah ke bekal Nova. ia terus melirik, akhirnya Ida yang duduk pas di
sebelah Nova menghardiknya.
“Eh Va, coba liat tu Si Boni,
Dia kayaknya selera dengan ayam semurmu.”
“Oh iya, sinilah Bon, Nova
memang dibawakan 2 potong sama mama. Satu potong untuk Boni,”
Pucuk di cinta ulam pun tiba. Akhirnya
Boni mendapat lampu hijau dari Nova. Gadis misterius yang selama ini sering
diperebutkan oleh teman-teman sekelasnya, bahkan satu sekolah. Malah yang tak
terduga ketika Boni menuju tempat duduk Nova, ia malah menyuruh untuk membawa
bekalnya kemari dan mengajak makan bersama. Boni langsung mengiyakan dan
bergegas mengambil bekalnya.
Makan berhadapan membuat Boni
salah tingkah. Ia lebih sering memperhatikan Nova ketimbang menyuapi mulutnya
dengan makanan yang terhidang di depannya. Tak banyak yang menjadi bahan
pembicaraan saat makan berlangsung. Boni paham mungkin sifat misteriusnya masih
melekat.
Namun kisah mereka tak terhenti
sampai disitu. Selepas makan dan shalat zhuhur berjama’ah, mereka keliling
pantai mencari kepiting. Ia pun memilih bergerombol dengan kawanan Nova. Ia
mulai mencongkeli lubang di pinggir pantai demi mendapatkan kepiting terbesar.
Mungkin ini salah satu aksi mujarab yang bisa memuluskan perkenalan mereka
berdua ke depannya.
Setelah mengorek 3 lubang yang
cukup besar, namun temuan kepiting tak sesuai harapan. Boni tak menyerah. Ia
mulai mencari lubang yang lebih besar lagi dengan menyusuri pinggir pantai yang
sangat luas tersebut. Sudah 45 menit ia hanya berkutat pada lubang. Sedangkan
gerombolan Nova sudah kembali ke pondok. Karena panasnya matahari yang begitu
menyengat pori-pori kulit tangan mereka yang lembut.
Dari kejauhan 3 meter, Boni
melihat ada seekor kepiting yang mengintip dari balik lubang. Dengan berjalan
pelan-pelan menuju arah target, ia mulai mengeluarkan senjatanya, sebuah
ranting kayu dengan kaitan diujungnya menyerupai gagang ketapel. Dengan modal
senjata tersebut, ia berhasil mengeluarkan kepiting dari sangkarnya dan
memasukkannya ke dalam kantongan plastik. Ia sangat senang. Ia bakalan mendapat
pujian dari Nova begitu tahu hasil tangkapannya luar biasa.
Bergegas ia menuju ke pondok
untuk menyerahkan kepiting terbesar yang berhasil ditangkapnya. Namun ia tak
mendapati Nova.
Bersambung....
*Mopen= angkutan umum
*Mopen= angkutan umum
Bisikan Cinta Dari Desiran Ombak Kemarin (1) #15
Reviewed by Bamzsusilo
on
Sabtu, Februari 20, 2016
Rating:
Post a Comment