Tradisi Lebaran I #serial ke 17 (Kisah Boni)
foto: google |
Pagi itu Boni benar-benar bangun pagi sesuai dengan
janjinya. Ia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri kemudian
melaksanakan 2 rakaat kewajibannya kepada tuhan. Setelah itu ia menuju dapur
untuk melihat hidangan yang telah disediakan mama tersayangnya. Tentu saja ayam
opor plus lontong tak ketinggalan. Dengan lahap dan ditemani segelas teh
hangat, Ia mengawali 1 Syawal tersebut dengan mantap. Itu rutinitas setiap 1
Syawal baginya. Klasik.
Tak banyak berubah, Boni masih saja menjumpai mamanya
yang sibuk sendiri mengerjakan rutinitas sebagai ibu rumah tangga. Sehingga ia
kerap tidak melaksanakan shalat Ied seperti yang dilakukan Boni dan anggota
keluarga lainnya. Alasannya sungguh klasik,” Gak kau lihat Bon mamamu sedang apa?
Masih banyak yang hendak dikerjai,” jawab Mama. Jika sudah mendengar jawaban
itu, takkan ada yang berani menyangkal.
Selepas menyantap salah satu sunnah Ied, Boni bergegas
menuju masjid yang tak jauh dari rumahnya. Sengaja pergi agak cepat untuk
mendapatkan saf di dalam masjid. Karena jika telat, bisa gak kedapatan saf di
luar dan parahnya harus berdekatan dengan para wanita-wanita yang usianya
beragam. Mulai dari 50-70 dan 30-40 tahun. Walaupun sebenarnya kalau boleh
request lebih setuju berusia 18-23 tahun. Kan asik. Hahaha. Ini juga klasik
stady loh guys. Apalagi ada momen rebutan tikar untuk alas bersujud. Ini momen
funnynya.
Selepas salat Ied, jangan bergegas dahulu, karena jamaah
kudu ngedengerin khutbah sang khatib. Karena khutbah termasuk rangkaian ibadah
Ied. Dan biasanya diingatkan tuh ke para ibuk-ibuk dan anak gadis untuk tidak
melepas mukenah hingga selesai khutbah dan doa. Karena biasanya, dan kalau
boleh ber-suudzon pada saat khutbah kebanyakan ibuk-ibuk dan anak gadis pamer
dengan pakaian dan perhiasan baru. Tak jarang ibuk-ibuk memamerkan gelang dan
kalung emas 25 karatnya, ada juga yang pamer gamis berlapis sutra dan biji-biji
berlian. Gak tau sih itu asli atau palsu. Yang pasti, kelihatannya indah dan
rupawan ketika dipakai.
Sampai di rumah, momen yang paling ditunggu Keluarga
Besar Boni yaitu Sungkeman. Karena rumah Boni di belakang rumah nenek, maka tak
perlu jauh melangkah untuk menuju kesana. Karena seluruh keluarga besar akan
berkumpul di rumah nenek untuk melaksanakan ritual salam-salaman yang kalau
adat Jawa menyebutnya Sungkeman.
Di rumah nenek berkumpul saudara ayah Boni yang hanya
berjumlah 3 orang. Namun, memiliki anak dan cucu yang cukup banyak. Hanya
keluarga Boni saja yang belum memiliki generasi selanjutnya, yaitu cucu. Berhubung
kakak Boni belum memiliki suami, maka segenap keluarga mesti bersabar
menantikan cucu dari Ayah Boni. Dan waktunya belum tahu, kapan. Padahal, Boni
berharap segera. Karena ia juga bakal menemukan wanita pujaan hatinya. Oh, so
sweet.
Setelah berkumpul semua, ritual sungkeman dimulai dari
anak tertua di dalam keluarga. Tepatnya uwak dan suami dari Boni akan
bersungkeman dengan kakek dan nenek Boni bergantian. Kemudian dilanjutkan Ayah
Boni dan istrinya yaitu mamak Boni sendiri. Berlanjut kemudian adik ayah Boni
lalu dimulai lagi dengan cucu tertua dari Kakek hingga cicit yang paling muda tapi
terkhusus yang sudah beranjak umurnya.
Usai sungkeman, saatnya bagi bagi THR. Boni yang
kebetulan sudah bekerja di perantauan diharuskan untuk berbagi THR kepada keponakannya
yang cukup banyak. Walaupun sebenarnya tidak wajib, namun ini adalah tradisi
turu temurun yang sulit untuk ditinggalkan. Ia sengaja menukarkan uang pecahan
baru dari bank sebelum mudik. Tak ayal, walaupun dengan jumlah yang tidak
banyak, para ponakan tersenyum girang menerima THR karena alasan uang baru.
Padahal dengan jumlah segitu, hanya bisa membeli bakso semagkuk, namun jangan
lihat nominalnya, tapi lihatlah keikhlasannya. Boni kerap mengucap kalimat yang
menjadi senjatanya beberapa tahun terakhir.
Menjelang waktu zuhur, kediaman nenek Boni sudah mulai
sepi. Karena anak dan cucunya sudah mulai bergegas untuk safari Syawal ke rumah
mertua dan jiran saudara. Sama halnya dengan Boni. Ia bersiap untuk cus ke
rumah neneknya yang berada di kabupaten lain, namun masih bertetangga.
Berhubung Boni tidak memiliki mobil dan hanya memiliki
truk, ia hanya mengandalkan sepeda motornya untuk mengunjungi nenek dari ibunya
(yang diceritakan di atas nenek dari Bapak Boni). Ia hanya pergi bersama dengan
adik satu-satunya. Orangtua Boni tidak ikut karena alasan yang tidak bisa
dijelaskan. Dalam perjalanan, Boni ......
Bersambung....
Tradisi Lebaran I #serial ke 17 (Kisah Boni)
Reviewed by Bamzsusilo
on
Sabtu, Agustus 20, 2016
Rating:
Post a Comment